Yana: Tinggal 19 Lagi

Semua Puskesmas di Kota Bandung Diupayakan Agar Memiliki Apoteker

foto

Foto: Humas Pemkot Bandung

WALI KOTA BANDUNG Yana mulyana menghadiri seminar sekaligus Konfercab Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Kota Bandung, Sabtu (29/10/2922).

BANDUNG, KejakimpolNews.com - Wali Kota Bandung Yana Mulyana menyebut, Pemeritah Kota Bandung terus berupaya agar Puskesmas di Kota Bandung seluruhnya memiliki tenaga apoteker. Sebab, kata dia, peran apoteker sangat penting dalam pelayanan kesehatan masyarakat. 

"Dari 81 puskesmas di Kota Bandung, ada 62 puskesmas yang sudah punya tenaga kesehatan apoteker. Mudah-mudahan sisanya yang 19 puskesmas lagi segera menyusul," kata Yana pada seminar sekaligus Konfercab Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Kota Bandung, Sabtu (29/10/2922).

Ia mengatakan, hadirnya apoteker di tiap puskesmas bisa memberikan kebutuhan obat yang tepat untuk masyarakat. "Apoteker bisa memberikan obat yang baik dan tepat untuk masyarakat. Fungsi itu hanya bisa dilakukan oleh para apoteker," imbuhnya.

Sementara itu, Direktur Operasional dan Pengembangan Halodoc, Satrio Pramudono menyebutkan, teknologi bisa meningkatkan daya saing para apoteker dalam digitalisasi farmasi.

"Kita bukan hanya bicara automasi, tapi membangun ekosistem secara utuh supaya layanan teknologi bisa dinikmati secara utuh seperti layanan offline. Misal janji temu, layanan chat dokter, dan toko kesehatan," jelas Satrio.

Namun, menurutnya, pemanfaatan teknologi akan tetap percuma jika kreativitas tersebut tidak bisa dengan mudah dinikmati masyarakat luas. Sebab inovasi adalah kreativitas yang harus bisa memberikan dampak secara utuh. 

"Kita harus fokus untuk membangun ekosistem kesehatan digital yang memberikan pengalaman mudah, nyaman, dan seamless," paparnya. Menurutnya, sangat terasa di era digital ini, masyarakat sudah mulai masuk ke area kuratif dan preventif. 

Biasanya akses ke rumah sakit butuh waktu yang relatif lama, tapi bagi masyarakat yang belum sempat bisa pergi ke RS, kini hanya kurang dari dua menit sudab bisa terhubung dengan dokter.

"Pun dengan kebutuhan obat. Biasanya kita menunggu bisa lebih dari setengah jam. Sekarang tinggal pesan dari rumah, menunggu obat sampai," tuturnya. Meski kini layanan kesehatan telah masuk dalam dunia digital, tapi ia menegaskan, teknologi tidak akan pernah menggantikan pelayanan sarana kesehatan. Teknologi hanya berfungsi sebagai jembatan.

"Ada daya saing melalui layanan informasi yang menjadi kebutuhan di masyarakat. Dengan sistem resep elektronil, semua bisa lebih terkontrol dan menghindari human error," katanya.

Ia berharap, dengan melibatkan teknologi, para tenaga kesehatan termasuk apoteker bisa terkoneksi sebanyak apapun dengan sarana kesehatan se-Indonesia. Menurut data yang disampaikan Satrio, rata-rata obat yang ada di apotek itu 1.500-2000 item.

Padahal, faktanya jumlah obat yang beredar di seluruh apotek se-Indonesia bisa puluhan ribu. Sehingga perlu adanya kolaborasi antar sarana kesehatan untuk mempermudah pelayanan kesehatan masyarakat.

"Akan sangat sulit saru sarana kesehatan bisa membawa puluhan ribu obat, sehingga kita harus mengonsolidasikan semuanya," ujarnya. Ia juga berkomitmen, meski telah melakukan penyedia layanan kesehatan berbasis teknologi, tapi tetap harus mendengar kebutuhan pengguna untuk semakin memberikan kemudahan pada masyarakat.**

Editor : Dede Suryana

Bagikan melalui
Berita Lainnya
Rapat Transisi, Walkot Bandung Terpilih Farhan Siap Wujudkan Pembangunan Merata dan Beragam
Sambut Libur Panjang, Satpol PP Kota Bandung Siaga Jaga Ketertiban dan Kenyamanan
Duh, Jalan Depan Kantor Desa Cipedes Paseh, Kab. Bandung Amburadul, Ini Kata Kades
Bupati Bandung Dianugerahi Anindhita Wistara Data dari Badan Pusat Statistik
Soal Kolong Jembatan Tol Cisumdawu Dijadikan Terminal dan Pedagang Liar, Ini Kata Riki Ganesa