Sisi Lain Dunia Wartawan

Ikut Menangkap Penjahat Kelas Kakap

foto

istimewa

ilustrasi

DARI REDAKSI: SISI lain dari dunia wartawan memang beragam. Seperti dialami wartawan senior Marsal. Wartawan yang pernah berkarir di Harian Gala, Indonesia Ekspres, Pikiran Rakyat dan Bandung Pos ini punya segudang cerita yang layak dikenang setiap saat. Di sela-sela mencari berita, tak sedikit punya pengalaman yang hingga kini tak terlupakan. Bung atau Kang Marsal demikian ia dipanggil, selain mengumpulkan bahan berita, juga ikut menangkap penjahat kelas kakap. silakan simak kisahnya. 

Oleh MARSAL

SEJAK mengawali karir sebagai wartawan di Harian Indonesia Ekspres tahun 1971, aku langsung ditugaskan meliput masalah-masalah kriminal dengan sumber liputan di kantor polisi khususnya di Seksi 4  (Polsek=sekarang). Kantornya di jalan Asia Afrika-Kacakaca Wetan
dan juga Seksi 1 di Jalan Dewi Sartika-Dalem Kaum.

Karena tiap hari ngepos di sana, lama-lama aku sudah dianggap 'orang dalam', sehingga mendapat kemudahan dalam memperoleh berbagai informasi penting. Bahkan bila malam, aku sering diajak melakukan operasi penangkapan terhadap para pelaku kejahatan.

Sebagai contoh, pada saat akan melakukan penangkapan terhadap komplotan penodong bermotor pimpinan Benny Tupanwael, akulah yang dimintai tolong untuk melakukan observasi lapangan di daerah Muararajeun Lama, yang diduga sebagai tempat persembunyian Benny dkk. Alasannya, bila yang melakukan observasi anggota reskrim, gerak gerik dan gayanya mudah diketahui sebagai polisi.

Masa itu, bukan rahasia lagi, komplotan penodong bermotor yang dipimpin Benny (adik dari Hengky Tupanwael, penjahat terkenal tahun'60-an yang sudah menjalani hukuman mati di LP Cipinang), selama beberapa waktu sempat meresahkan masyarakat Bandung. Mereka terdiri dari Benny, Johny Sahetapy, Julius Fernandes dan Robert Tampubolon.

Awalnya keberadaan mereka sulit dilacak. Tapi lama-lama, tempat persembunyian mereka akhirnya diketahui juga di daerah Muararajeun Lama. Setelah mendapat pengarahan, sekitar pukul 16.00, aku kemudian menuju lokasi dan beberapa kali berkeliling di daerah tersebut untuk menggambarkan situasi daerah yang diduga merupakan rumah Benny berikut 'jalan tikus' yang bisa dijadikan akses untuk meloloskan diri.

Malamnya, dalam brifing di Seksi 4, aku menggambarkan secara detil situasi di kawasan tersebut. Tapi dengan pertimbangan bila malam Benny dkk diperkirakan sedang ke luar, maka operasi penangkapan baru akan dilakukan keesokan harinya antara pukul 11.00-12.00 siang saat mereka diperkirakan sedang tidur.

Sesuai rencana, esoknya pukul 11.00, jajaran Tim Reskrim diam-diam melakukan pengepungan di daerah tersebut. Aku sendiri dengan motor Honda CB 125 mengikuti dan mengamati operasi ini dari kejauhan. Sayangnya Benny bersama Johny dan Julius berhasil meloloskan diri, setelah sebelumnya terjadi baku tembak yang sempat menggegerkan warga sekitar.

Mereka kemudian diketahui kabur ke Semarang, sementara Robert yang melarikan diri secara terpisah, berhasil diringkus di persimpangan Jln.Supratman-Katamso saat dia akan naik angkot. Ia dikenali informan Endang yang langsung berteriak padaku:"Eta si Robert, gancang udag!".

Dengan cepat Endan melompat ke atas motor, yang kemudian kupacu ke arah Robert dan menabraknya hingga nyaris terjatuh. Endang langsung menodongkan pistol pada Robert dan memborgolnya.

Di Semarang, dalam melakukan aksi kejahatannya, Benny dan Julius berhasil ditangkap dan kemudian 'diektradisi' ke Bandung, sedangkan Johnny kembali lolos. Ia kemudian bergabung dengan penjahat 'nyong Ambon' lainnya, Toos Mustamu di Yogya. Namun dalam penodongan di Magelang, keduanya tertangkap dan menjalani hukuman di LP Wirogunan Yogya.

Disinilah perjalanan hidup Johny berakhir. Dalam perkelahian antarnapi untuk memperebutkan kekuasaan dalam penjara, Johny tewas ditusuk napi lain yang menjadi seterunya.

Setelah diekstradisi ke Bandung, Benny dan Julius dimasukkan satu sel bersama Robert. Mereka dijaga ekstraketat dengan tangan selalu diborgol. Bahkan untuk melakukan wawancara, aku tak boleh 'ngebon' mereka ke ruang reskrim, melainkan aku yang harus masuk ke dalam sel tahanan yang kemudian dikunci dari luar oleh petugas.

Awalnya aku sempat khawatir, bagaimana seandainya bila mereka bertiga 'menyandera' diriku dalam upaya meloloskan diri? Tapi demi untuk mendapatkan cerita eksklusif tentang perjalanan karir mereka sebagai penjahat, aku akhirnya mau juga. Untungnya Benny menerimaku dengan baik dan mau diwawancara olehku dengan ramah selama lebih kurang 2 jam.

Aku gembira dapat berita eksklusif langsung dari sumbernya. Bagiku, inilah sebuah perjuangan untuk mendapatkan berita sekaligus sebuah pengalaman wawancara paling unik tapi juga menegangkan selama menjadi wartawan zaman baheula.

Bagikan melalui
Berita Lainnya