Kasus Pidana Divonis Lepas
Kejagung Tetapkan 7 Tersangka Suap CPO Rp60 Miliar, 1 Ketua PN, 3 Hakim, 2 Pengacara, dan 1 Panitera

Tangkapan layar/Yuotube.Kejagung.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, dalam konferensi pers di Kejagung (kiri), Ketua PN Jaksel, Muhammad Arif Nuryanto (kanan)
JAKARTA, KejakimpolNews.com - Setelah menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus suap kasus Crude Palm Oil (CPO) senilai Rp60 miliar, Kejaksaan Agung kembali menahan tiga orang hakim yang merupakan majelis hakim yang mengadili perkara terdakwa CPO yang menyebabkan tersangka tak bisa dihukum pidana, melainkan putusan onstag.
Putrusan Onslag, atau lengkapnya "Onslag van rechtsvervolging" adalah "lepas dari segala tuntutan hukum". Intinya, putusan pengadilan yang menyatakan bahwa meskipun perbuatan yang didakwakan terbukti, tetapi terdakwa tidak dapat dihukum karena perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana. Ini berbeda dengan "vrijspraak" (putusan bebas) yang menyatakan bahwa dakwaan tidak terbukti.
Dan itulah yang diputus majelis hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di PN Jakarta Pusat 19 Maret 2025 lalu atas para terdakwa penyalahgunaan CPO yakni pengusaha dari Permata Hijau Group, Wilmar Group dan Musim Mas Group.
Putusan ini bertolak belakang dengan tuntutan yang disampaikan oleh jaksa penuntut umum (JPU).
Dalam tuntutannya, JPU menuntut uang pengganti sebesar Rp937 miliar kepada Permata Hijau Group, uang pengganti kepada Wilmar Group sebesar Rp11,8 triliun, dan uang pengganti sebesar Rp4,8 triliun kepada Musim Mas Group.
Majelis hakim diketuai Djuyamto dengan anggota hakim Agam Syarif Baharudin dan hakim Ali Muhtarom. menyatakan, perbuatan ekspor CPO yang dilakukan para terdakwa bukan permufakatan jahat, para terdakwa semata-mata melaksanakan kebijakan Kementerian Perdagangan RI.
Dalam perkara Pemberian Fasilitas Ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada Industri Kelapa Sawit dalam kurun waktu antara bulan Januari 2022 sampai dengan bulan Maret 2022, menurut pendapat majelis hakim, rangkaian peristiwa tersebut bukanlah persekongkolan atau permufakatan jahat dengan niat untuk menguntungkan para terdakwa yang mengakibatkan kerugian keuangan negara.
"Apa yang dilakukan oleh para terdakwa adalah semata-mata melaksanakan kebijakan yang telah dibuat oleh Kementerian Perdagangan RI," demikian tertulis dalam salinan putusan seperti dilihat, Senin (14/4/2025).
Hakim menyatakan para terdakwa terbukti melakukan pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya. takan tidak mendapat keyakinan jika para terdakwa melakukan tindak pidana. Putusan inilah yang menimbulkan kecurigaan Kejaksaan Agung. JPU pun mengajukan kasdasi ke Mahkamah Agung dan hingga kini masih belum putus.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung Abdul Qohar dalam konferensi pers, Senin (14/4/2025) dini hari, mengetakan, ketiga orang yang ditangkap adalah majelis hakim yang memutus kasus CPO, masing-masing Agam Syarif Baharudin (ASB), Ali Muhtaro (AM), dam Djuyamto DJU.
Sebelumnya Jaksa Agung telah menangkap Muhammad Arif Nuryanto selaku Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Marcella Santoso dan Ariyanto selaku pengacara, panitera muda pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Wahyu Gunawan.
Kepada wartawan Abdul Qohar menyatakan, ketiga orang hakim yang ditangkap Minggu (13/4/2025) malam adalah majelis hakim yang mengadili kasus CPO. Ketiga hakim tersebut kata Qohar, diduga mengetahui penerimaan uang suap dimaksudkan agar perkara tersebut diputus onslag. Selanjutnya, ketiga orang tersebut ditahan Kejagung untuk 20 hari ke depan.
Dengan ditangkapnya tiga hakim, kini total tujuh orang telah ditahan dan sejumlah barang bukti berupa uang tunai beberapa unit mobil mewah dan sepeda motor gede (moge) juga disita dari para tersangka.
Mereka menerima suap hanya untuk memvonis lepas kepada terdakwa korporasi di kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng.
Senin malam tadi, dari sejumlah video suasana dii Kejaksaan Agung (Kejagung), Senin(14/4/2025) tampak adegan penangkapan. Tampak hakim Djuyamto tertunduk lesu ketika penyidik memakaikan rompi tahanan. ia mengenakan rompi tahanan bernomor 31. Tampak tangannya juga diborgol.
Di video lainnya, serupa dengan Djuyamto, juga tampak hakim Agam Syarif Baharudin tengah memakai rompi tahanan, dan petugas penyidik Kejagung kemudian memborgol kedua tangan Agam.
Hakim ketiga, Ali Muhtarom yang juga didokumentasikan penyidik. Ali tampak menghadap ke samping, lalu menghadap ke dinding. Diapun dikenakan rompi tahanan dan diborgol.
Selanjutnya ketiga hakim itu digiring ke luar ruangan untuk di antar ke mobil tahanan. Tangan Ali dan Agam ditutupi oleh map merah, namun tangan Djuyamto terlihat jelas dalam keadaan terborgol.
Lengkaplah sudah para tersangka yang terlibat kasus yang mengincangkan dunia peradilan ini yang seluruhnya ada 7 orang yang ditetapkan sebagai tersangka. Dari mulai Ketua Pengadilan, tiga hakim, panitera, dan dua orang pengacara.
Ketujuh orang yang ditangkap:
1. Muhammad Arif Nuryanto, Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
2. Marcella Santoso, pengacara.
3. Ariyanto, pengacara.
4. Wahyu Gunawan, panitera muda pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
5. Agam Syarif Baharudin, hakim.
6. Ali Muhtaro, hakim..
7. Djuyamto, hakim.
Diatur Wakil Ketua PN
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, dalam konferensi pers di Kejagung, Sabtu (12/4) lalu mengungkap, Majelis Hakim kasus CPO, telah memutus tersangka dengan putusan onslag.
Dari putusan tersebut, penyidik Kajagung menemukan fakta dan alat bukti bahwa MS dan AR (Marcella Santoso dan Ariyanto selaku pengacara) telah menyuap dan atau gratifikasi kepada majelis hakim melalui Ketua PN Jaksel MAN (Muhammad Arif Nuryanto) yang saat itu menjadi Wakil Ketua PN Jakarta Puisat, yang nilainya diduga sebanyak Rp60 miliar.
Usai menerima uang suap, Arif Nuryanta menunjuk majelis hakim dengan 3 hakim untuk mengadili Korporasi CPO. Sedangkan Marcella Santoso dan Ariyanto diketahui merupakan pengacara tiga terdakwa korporasi kasus korupsi minyak goreng.
Adapun ketiga terdakwa korporasi dalam kasus korupsi minyak goreng ini mulai berasal dari Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group.
Diduga karena telah disuap, majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengadili kasus ini lalu memvonis lepas (onslag) kepada tiga terdakwa korporasi itu pada 19 Maret 2025.
Vonis lepas itu bertolak belakang dengan tuntutan yang disampaikan oleh jaksa penuntut umum (JPU). Dalam tuntutannya, JPU menuntut uang pengganti sebesar Rp937 miliar kepada Permata Hijau Group, uang pengganti kepada Wilmar Group sebesar Rp11,8 triliun, dan uang pengganti sebesar Rp4,8 triliun kepada Musim Mas Group.
Kejagung pun mengendus ada "main" dibalik putusan onslag, dan hasilnya penyidik menemukan bukti adanya suap di balik vonis lepas tersebut. Di antaranya, pengacara Marcella Santoso dan Ariyanto diduga memberikan suap Rp60 miliar kepada Muhammad Arif Nuryanta (Ketua PN Jaksel) melalui Wahyu Gunawan (panitera).
Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan, ketiga terdakwa tidak terbukti bersalah melanggar pidaba. Walaupun secara unsur memenuhi pasal yang didakwakan, tetapi dalam pertimbangannya majelis hakim menyatakan bahwa perbuatan terdakwa bukan merupakan tindak pidana. tambahnya.
Qohar mengungkap pula, tersangka Muhammad Arif Nuryanta telah menggunakan jabatannya sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat saat itu dalam mengatur vonis lepas kepada tiga terdakwa korporasi kasus korupsi minyak goreng. Arif berperan menunjuk 3 majelis hakim yang mengadili terdakwa korupsi migor yang diketuai Hakim Djuyamto.
Masih kata Qohar, penyidik mendapati ada 2 amplop di tas milik Arif Nuryanta saat melakukan penggeledahan. Amplop pertama warna coklat berisi 65 lembar uang pecahan SGD1.000 dan amplop berwarna putih berisi 72 lembar uang pecahan USD100.
Selanjutnya, dari dompet Ari Nuryanta, terdapat pula ratusan uang pecahan dolar Amerika Serikat (USD), Dolar Singapura (SGD), Ringgit Malaysia (RM) hingga rupiah.
Sedangkan dari ketiga hakim yang mengadili terdakwa korupsi migor, penyidik Kejagung juga berhasil menyita uang tunai sekitar Rp 22,5 miliar. Untu selanjutnya, ketujuhnya ditahan untuk 20 hari ke depan, dan semua barang sitaan akan dijadikan barang bukti.**
Author: Maman Suparman