Dr.Nanang Solihin, S.H.,M.H:
Tragis dan Sadis, Pelaku Kasus 2 Sejoli di Nagreg Layak Dihukum Berat
BANDUNG, KejakimpolNews.com - Pelaku penabrak dua sejoli, lalu membuang korban ke sungai hingga meninggal dunia, bisa terancam pasal pidana berlapis. Selain terkena Undang-Undang lalu Lintas, bisa juga dijerat dengan pasal dalam KUH Pidana.
Dr. Nanang Solihin,S.H,M.H., ketika diminta pendapatnya Senin (20/12/2021) kemarin mengatakan, penabrak dua sejoli di Nagreg yakni Handi Herisaputra (18) dan Salsabila (14), yang ternyata korban dibawa ke mobil pelaku penabraknya itu bukan dibawa ke rumah sakit namun dibuang ke sungai.
"Ini adalah perbuatan yang benar-benar tidak manusiawi, sadis dan tragis. Sadis bagi pelaku dan tragis bagi nasib korbannya," kata advokat yang juga dosen di sejumlah perguruan tinggi ini.
Menurut advokat yang juga mantan wartawan ini, hingga kini belum diketahui apa latar belakang penabrak membuang kedua sejoli ini ke sungai? Apakah saat dibuang korban masih hidup atau sudah meninggal? Ini penting, sebab akan lain ancaman hukuman dan pasal KUHP-nya.
"Yang harus diketahui dan digali polisi jika sudah tertangkap, apakah motifnya menghilangkan jejak, apakah saat dibawa kedua korban telah meninggal hingga panik. Atau bisa saja, karena takut ketahuan mereka membiarkan korbannya mati. lalu setelah mati dibuang," katanya.
"Polisi pasti akan terus menyusuri. Yang penting tangkap dulu orangnya, korek motifnya, lalu jerat dengan pasal pidana yang tepat," katanya. Pasal yang bisa dikenakan menurut Nanang, jika semula saat tabrakan bisa dikenakan pasal 310 ayat (4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan (“UU LLAJ”).
Pasal 310 UU LLAJ ini bunyinya, " Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah)".
Namun karena korban tabrakan katanya akan dibawa ke rumah sakit padahal kenyataannya malah mengambang di sungai dalam keadaan jadi mayat, maka kepada pelaku bisa dikenakan ancaman pidana.
Ini lanjut Nanang, termasuk penganiayaan berat menyebabkan orang mati karerna membiarkan korbannya sakit (akibat tabrakan) tidak dibawa ke rumah sakit, malah justru dibuang ke sungai. Pasal yang tepat katanya, adalah pembunuhan, karena membiarkan korban mati. Setelah mati lalu mayatnya dibuang.
"Polisi harus memilih pasal yang tepat. Sebab yang pasti, perbuatan pelaku sulit diterima akal sehat. Coba bayangkan, membawa orang yang belum tentu mati dari Nagreg naik mobilnya. Mustahil sepanjang perjalanan tak ada puskesmas atau rumah sakit terdekat? Kok tiba-tiba ditemukan di Cilacap dan Banyumas. Artinya, sepanjang perjalanan, jika korban masih hidup ia pasti mendetita," katanya.
Nanang setuju jika pelaku dikenakan pasal 338 KUHP yakni dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain dengan ancaman pidana maksimal 15 tahun.
Atau kata Nanang lagi, jika pelaku tak hanya membiarkan tetapi berharap agar keduanya mati saja agar tak terungkap kasusnya, maka ia bisa terancam pasal 340 KUHP yakni pembunuhan berencana yang ancaman hukumannya maksimal pidana mati, seumur hidup, atau paling tinggi 20 tahun.
Masih kata Nanang, polisi jangan kenakan Pasal 181 KUH Pidana yang berbunyi, "Barangsiapa mengubur, menyembunyikan, mengangkut atau menghilangkan mayat, dengan maksud hendak menyembunyikan kematian dan kelahiran orang itu, dihukum penjara selama-lamanya Sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp4.500,".
Pasal ini tak layak diknakan, sebab dalam kasus "Nagreg" pelaku bukan hanya mengangkut penyembunyian mayat, tetapi diawali kasus tabrakan, lalu membawa pergi korbannya dan membiarkan tidak diobati, setelah itu baru kedua korban dibuang dan ditemukan jadi mayat.**
Editor : Maman Suparman