Tragedi 2 Sejoli Nagreg

Langkah Blunder 3 Tentara, Mengapa Mesti Buang Orang ke Sungai?

foto

Maman Suparman

DR.NANANG SOLIHIN,S.H.,M.H.

BANDUNG, KejakimpolNews.com - Beberapa pakar hukum menilai, langkah ketiga oknum TNI AD masing-masing satu perwira menengah dan dua tamtama yang membuang dua sejoli ke Sungai Serayu setelah peristiwa kecelakaan lalu lintas (laka lantas), adalah langkah blunder.

"Mengapa harus lari dari kenyataan. Apakah karena, panik?" Demikian pertanyaan terlontar dari Dr.Nanang Solihin,S.H.,M.H., saat diminta pendapatnya Senin (27/12/2021) di kantornya di Bandung.

Advokat yang juga dosen dan mantan wartawan ini menilai, mereka (ketiga oknum TNI) telah hilang daya nalarnya, terutama oknum perwira menengah. Mengapa seorang kolonel intelektual dan jiwa kesatryanya dikorbankan hanya karena sebuah kata, "panik"?

"Padahal andai saja mau bertanggung jawab, dua sejoli korban tabrakan yakni Handi Heri Saputra (18) dan Salsabila (14), bawa saja ke rumah sakit terdekatm dengan demikian mereka akan selamat. Lagi pula dalam kasus laka lantas ini dipastikan yang akan bertanggung jawab hanya seorang yakni sopir yang mengemudikan kendaraan Isuzu Panther saat tabrakan terjadi," katanya.

"Felling saya, kolonel bukan sopirnya. Sebut saja salah satu dari dua orang tamtama berpangkat Kopral Dua (Kopda) jadi sopirnya, maka dia sendiri yang akan terkena pasal 310 Undang Undang lalu lintas. Yang dua lagi, hanya akan menjadi saksi," kata Nanang.

Adokat ini mengatakan, jika korban tabrakan sampai meninggal dunia atau luka, maka hanya sopir seorang yang akan terkena Undang Undang Lalu Lintas (UULL) No. 22/2009 pasal 310 ayat (4) yang berbunyi, "Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 12.000.000,00".

Pasal tersebut juga tidak mutlak nantinya hakim akan memvonis 6 tahun, masih banyak unsur yang bisa seseorang terdakwa mendapat keringanan. Misalnya terus terang mengakui kesalahannya, mendatangi korban lalu meminta maaf dan ngasih santunan, pasti hakimpun akan menilai dalam memutus perkara.

Dan yang bertanggung jawab lanjut Nanang, hanya seorang saja. Artinya, yang dua orang lagi statusnya hanya saksi, karena bukan yang pegang kemudi. Tapi kini, karena mereka tak mau membawa ke rumah sakit malah justru membuang ke sungai, maka alasan apapun tak dapat dibenarkan. Sekarang, bukan seorang yang harus bertangguyng jawab melainkan ketiganya. Dan juga bukan lagi melanggar UU Lalu Lintas, tetapi sudah KUH Pidana.

"Kini tak ada dalih panik, yang jelas langkah blunder, dan sulit dicerna akal sehat. Terutama bagi sang kolonel. Andai saja dia jernih dan daya nalar inteletulalnya masih clear dan clean, tak perlu membuat langkah blunder. hadapi saja. Puni seandainya dia bukan sopir, maka ucapannya pasti mampu mengarahkan sang pengemudi membawa korban ke rumah sakit bukan malah sama-sama membuang ke sungai?" tambah advokat ini.

Sebab katanya lagi,  dalam kasus awal, andai sang kolonel dan satu di antara dua tamtama mau, maka hanya berdua yang akan jadi saksi dan selamat dari jerat hukum, "Dan sekali lagi, hanya seorang yang pegang kemudi saja yang akan dikenakan pasal 310 UULL. Tapi karena perbuatannya, kini ketiganya masuk ke dalam jeratan KUH Pidana," katanya.

Menurut Nanang, kalau semula hanya seorang dari ketiga oknum itu yang bakal kena UULL No. 22/2009, pasal 310 ayat (4) ancaman 6 tahun, karena perbuatannya kini pasal akan bertambah.

Mereka bertiga bisa dijerat dengan tuduhan menyembunyikan mayat Pasal 181 KUHP ancaman hukuman 9 bulan. lalu, untuk perbuatan membuang kedua sejoli dan dilakukan atas kesepakatan bertiga tanpa ada seorangpun yang mencegah, maka merekapun akan terkena Pasal 55 KUH Pidana yang isinya :

(1) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana: mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan; mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.

Ayat (2) Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.

Masih kata Nanang, jika mengacu kepada hasil autopsi Dokkes Polda Jateng Kombes.dr. Hastry Purwanti yang menyebutkan bahwa korban Handi Heri Saputra diduga masih hidup saat dibuang ke Sungai Serayu, maka dengan membiarkan dibawa dari Nagreg ke Banyumas tidak dibawa ke rumah sakit lalu dibuang ke Serayu hingga mati, ini dapat dijerat dengan Pasal 359 KUHP.

Pasal 359 KUHP isinya, “Barangsiapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun”.

Atau Pasal 338 KUH Pidana, "Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun.

Dan kata Nanang, yang paling berat jika hasil penyelidikan dan penyidikan justru terkait Pasal 340 KUH Pidana, inilah tindak pidana yang paling berat bagi ketiganya. Pasal 340 KUHP, yaitu: “Barangsiapa sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh.

Nanang menyebut, khusus bagi militer, ada hukuman tambahan 1/3 dari tuntutan hukum. Dan yang paling berat adalah opini publik apalagi videonya viral. "Tragedi tabrakan yang sebenarnya relatif ringan ancaman hukumannya karena hanya UULL, kini bisa dijerat dengan beberapa pasal KUHP<" katanya.

"Setelah tabrakan, korbannya dibuang, baru ditemukan keluarganya dalam rentang waktu 10 hari, dnm satu di antara dua korban yang dibuang masih hidup, adalah hal-hal yang memberatkan bagi ketiganya. Inilah yang disebut langkah blunder ketiga oknum militer," ujar Nanang.

Ia berharap, kasus ini hendaknya menjadi pelajaran berharga bagi siapapun. "Kenapa mesti takut berhadapan dengan hukum? apalagi UULL, sebab amat jarang terjadi kecelakaan lalu lintas ini karena unsur 'kesengajaan' . Sebagian besar kasus lalu lintas biasanya karena 'kelalaian' si pengemudi. Mestinya hadapi jangan mau membuang masalah malah memunculkan masalah," kata Nanang mengakhiri wawancaranya.**

Editor : Maman Suparman

Bagikan melalui
Berita Lainnya
Lagi Kebakaran Hebat Terjadi, Dua Rumah di Jalan Jurang Ludes Jadi Abu
Pemdaprov dan DPRD Jabar Sepakati Perubahan KUA - PPAS 2024
Oknum Pegawai PN Depok Berlagak Koboi Todongkan Senjata ke Tetangga itu Akhirnya Ditahan Polisi
Akun Google Bisnis Sejumlah Hotel di Bandung Diretas, Masyarakat Diimbau Berhati-Hati
Menyiramkan Air Keras ke Anggota Polri Saat Tawuran Seorang Pemuda Ditangkap