Hore, Hakim Bebaskan Pegi Setiawan
Catatan RIDHAZIA
(Wartawan Senior)
PEGI Setiawan dibebaskan oleh hakim tunggal Eman Sulaeman dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat.
Hakim mematahkan narasi yang dibangun Polda Jawa Barat sekaligus mengabulkan seluruh permohonan praperadilan atasnama Pegi Setiawan yang diajukan tim penasihat hukumnya.
Dengan keputusan itu, Pegi Setiawan yang ditangkap oleh Polda Jawa Barat pada 21 Mei 2024 dengan status sebagai tersangka otomatis gugur demi hukum.
Sejak keputusan hakim, buruh bangunan asal Cirebon itu berhak dilepaskan dari tahanan polisi. Ia bukan lagi tersangka dugaan pembunuhan.
Apa itu praperadilan?
Praperadilan itu hukum acara yang diatur dalam Pasal 1 butir 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP).
Dalam hal ini, praperadilan memperoleh kebenaran materiil dan melindungi hak-hak asasi individu dari upaya paksa aparat penegak hukum yang bertentangan dengan undang-undang.
Pengadilan negeri menjadi satu-satunya yang diberi wewenang untuk untuk memeriksa dan memutus sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyelidikan atau penghentian penuntutan.
Hal ini berarti pengadilan dalam lingkungan peradilan lain tidak dapat menangani praperadilan.
Sedangkan proses persidangan dalam praperadilan, hakim sudah mengeluarkan putusan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah permohonan praperadilan diperiksa.
Juga praperadilan juga harus diajukan sebelum proses suatu perkara mulai diperiksa oleh Pengadilan Negeri.
Dalam hal putusan yang menetapkan bahwa sesuatu penangkapan atau penahanan tidak sah; maka penyidik atau jaksa penuntut umum pada tingkat pemeriksaan masing-masing harus segera membebaskan tersangka.
Ganti rugi
Korban salah tangkap adalah kasus pelanggaran hak asasi manusia. Juga termasuk kedalam kejahatan yang serius.
Dalam hal ini Pegi Setiawan korban salah tangkap dapat menuntut penegak hukum yang telah salah menghukum secara pidana dan perdata tentang perbuatan melawan hukum.
Kesalahan salah tangkap itu sebagai pelanggaran kemanusiaan. Selain telah telah hilang haknya berupa hak hidup, hak pemilikan. Juga hak memelihara kehormatan, hak kemerdekaan, hak persamaan.
Dibayar pemerintah
Korban salah tangkap atau korban peradilan sesat yang mendapat ganti rugi dibayar pemerintah.
Ganti rugi bagi korban salah tangkap juga diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 92 Tahun 2015. Dalam hal ini pembayaran ganti rugi dilakukan oleh Menteri Keuangan dalam jangka waktu paling lama 14 hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan ganti rugi oleh Menteri.
Besaran ganti rugi korban salah tangkap/korban peradilan sesat paling sedikit Rp500.000,00 dan paling banyak Rp1.000.000m00. Jika mengakibatkan luka berat atau cacat dialami korban sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan paling sedikit Rp25.000.000,00 dan paling banyak Rp300.000.000,00.
Besaran ganti rugi korban salah tangkap/korban peradilan sesat yang mengakibatkan mati, paling sedikit Rp 50.000.000,00 dan paling banyak Rp 600.000.000,00.**