Ada Sosok WR Supratman Dibalik Soempah Pemoeda
Oleh DEDI ASIKIN
(Wartawan Senior)
DIA hadir di Kongres Pemoeda 28 Oktober 1928.
Dua fungsi dia bawa kesana, sebagai sastrawan pencipta lagu Indonesia Raya. Sebuah gitar hadiah kakak ipar pada ulang tahunnya yang ke 17 tentu, dibawanya serta. Dia juga hadir sebagai wartawan. Dikirim kesana oleh koran Sin Po untuk meliput.
Ada susana yang menegangkan di sana. Wage, begitu biasa dipanggil keluarga dan teman teman dekat, siap menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Tapi ada masalah karena dalam lirik lagu itu ada kata "merdeka", "merdeka". Panitia konggres merasa sedap sedap ngeri karena dalam kongres itu hadir beberapa pejabat Belanda. Lalu disepakati, Wage memainkannya secara instrumental saja, tanpa lirik.
Tapi beberapa peserta penasaran dan ingin menggunakan lirik seperti yang sudah dibuat. Kompromipun dicapai. Oke pake lirik, tapi kata "merdeka" diganti dengan kata "mulia".
Dan itulah yang terjadi. Lagu kebangsaan Indonesia Raya dinyanyikan di muka umum untuk pertama kali.
Tapi rupanya dalam diri Supratman tak hanya ada jiwa wartawan dan sastrawan, tapi dia juga punya jiwa pejuang. Dia juga sempat dipesan Bung Karno untuk ikut berjuang menuju kemerdekaan.
Wage bertemu dengan Bung Karno, ketika proklamator itu sedang menghadapi sidang peradilan di Gedung Landraad (Pengadilan) Bandung dan Wage sedang jadi wartawan koran "Kalem Moeda" di Bandung.
Diketahui WR Supratman selalu menyanyikan lagu Indonesia Raya di setiap kesempatan berkumpul atau acara kebangsaan.
Oleh karena itu dia menjadi target intel-intel Belanda. Wagepun lari bersembunyi ke berbagai tempat. Terakhir dia lari ke Surabaya. Tapi dalam keadaan sakit dia ketangkap Belanda di stasion radio Nirom Malang ketika bersama pandu pandu KBI sedang menyanyikan lagu Matahari Terbit.
Dalam tahanan penyakitnya kambuh.
Atas nama kemanusian dia dibebaskan dari tahanan. Tapi di luar tidak bisa bertahan. Sang pejuang wafat 17 Agustus 1938, dalam usia 38 tahun dan belum menikah.
Wage Rudolf Supratman (WRS) lahir di Jatinegara 9 Maret 1903. Ayahnya seorang sersan KNIL (Koninklijke Nederlandsch Indische Leger), tentara kerajaan Belanda. Ketika usia 4 tahun, WRS ikut kakak tertuanya Rukiyem ke Makassar.
Disana WRS sekolah Tweede Inlandschool (Sekolah Angka Dua), lulus 1917, terus ikut Klien Ambtenaar Wamen ujian calon pegawai rendah tahun 1919.
Ia juga sekolah Normaalschool, sekolah pendidikan guru dan pernah jadi guru selama 2 tahun.
Karir sebagai musisinya digembleng kakak ipar E.M.Van Eldik.
Ketika ulang tahun ke 17 mendapat hadiah sebuah gitar dari sang kakak ipar. Dan dengan gitar itulah WRS mencipta berbagai lagu. Termasuk lagu Indonesia Raya yang menjadi lagu kebangsaan Indonesia.
Tahun 1924 dia ke Bandung dan menjadi wartawan koran Kaoem Moeda. Waktu itulah bertemu bung Karno di landraat Bandung, dan diminta ikut berjuang memerdekakan Indonesia.
Untuk semua jasanya, tanggal 17 Agustus 1960 WRS mendapat penghargaan bintang maha putra anumerta III.
Lalu dengan Keppres No.16/SK/1971, tanggal 20 Mei 1971 mendapat gelar Pahlawan Nasional dan terakhir tahun 1974 mendapat bintang Mahaputra
Utama.**