Dibalik Longsor Sumedang
Sihombing, Istri dan Kedua Cucunya Sempat Berteriak Minta Tolong

Manner Tampubolon
MENDIANG Maruba Sihombing dan istrinya Roida Tampubolon serta dua cucunya, Abraham (7) dan Tasya masih terkubur longsoran tanah. Hanya kain ulos dan tabung gas yang utuh ditemukan, termasuk beberapa ekor ayam dan bebek. Hingga kini Tim SAR Gabungan masih mencari para korban.
SUMEDANG, KejakimpolNews.com.- Sampai hari ketujuh Sabtu 16 Januari sejak bencana terjadi Sabtu 9 Januari lalu di Kampung Bojongkondang, Desa Cihanjuang, Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang, 15 orang korban masih dicari. Di antara ke-15 orang korban itu, adalah sepasang suami istri dan dua cucunya yang kini belum satupun ditemukan.
Bongkahan tanah longsor dan reruntuhan rumah serta tanah yang labil, ditambah sering turun hujan adalah kendala utama yang menyulitkan Tim SAR gabungan mencari para korban tanah longsor yang telah menewaskan 40 orang, dan meluluhlantakan puluhan rumah, 14 rumah di antaranya rusak berat.
Adalah Maruba Sihombing (65) dan istrinya Roida Tampubolon (60) serta dua cucunya, Tasya (12) dan Abraham (7), empat di antara 15 orang yang kini masih dicari Tim SAR. Mereka semua tersapu bersama rumahnya yang kini rata dengan tanah. Hanya tabung gas, bebek dan ayam ternak kesayangannya yang selamat. Bahkan ayam milik mendiang masih menclok di atas puing-puing rumah seolah tengah menunggu majikannya, Maruba Sihombing.
Di sekitar puing-puing rumah yang tertimbun tanah, seorang lelaki sekitar 35 tahunan, tak henti-hentinya memanggil sambil menetskan air matanya, “Papa... Mama.... dimanakan kau berada? Pa... Ma... tuh bebek dan ayam masih hidup, masa Papa dan Mama meninggal...., Abraham ... Tasya anak-anakku kemari nak. Ma... ayo Ma... aku pengen kopi Ma..,” rintih lelaki itu.
“Dia itu adalah Nando. Anak sulung mendiang iparku, Roida Tampubolon,” tutur Manner Tampubolon kerabat mendiang pasangan Maruba Sihombing/Roida Tampubolon. Di lokasi reruntuhan Manner memberi tahu, Nando sengaja datang dari Subang ke Cimanggung menengok orang tua dan kedua anaknya yang tertimbun longsoran tanah.
Keluarga Maruba Sihombing kurang dari dua tahun tinggal di kompleks perumahan kawasan Cimanggung. Iparnya kata Manner, sengaja memilih tempat di pinggiran Kota Bandung dan di kaki bukit karena udaranya sejuk. Kedua putra Nando atau cucu kesayangannya ia bawa bersamanya dan diurus serta disekolahkan.
Kata Manner, Tasya dan Abraham, keduanya cucu mendiang Sihombing itu adalah anak Nando. Putra sulungnya itu dulu menikah dengan orang Bandung, namun setelah punya dua anak (Tasya dan Abraham) mereka bercerai. Selanjutnya Nando menikah lagi dengan mojang Subang dan kini tinggal di Subang, sedangkan Tasya dan Abraham tidak ikut Nando ayahnya melainkan mereka ikut nenek dan kakeknya ke Sumedang.
Dua kali longsor
Manner menuturkan, berdasarkan cerita orang-orang sekitarnya, Sabtu 9 Januari sore itu, sejak siang hujan turun dengan derasnya. Semua orang Cimanggung memilih diam di rumah termasuk keluarga Maruba Sihombing. Namun apa yang terjadi, tebing di belakang rumah setinggi 20 meter dan panjangnya 40 meteran itu tiba-tiba longsor. Tanahnya menyapu kompleks perumahan di bawahnya, termasuk rumah Maruba Sihombing.
Sore itu suasana berubah riuh, jerit tangis dan teriakan minta tolong terdengar disana-sini, termasuk dari arah rumah Maruba Sihombing. Penduduk dan warga lain masih mendengar teriakan minta tolong dari arah rumah Maruba Sihombing. Di antara timbunan tanah itulah beberapa orang berhasil ditolong, kecuali beberapa orang lagi termasuk keluarga Maruba Sihombing.
Awalnya sekitar 8 rumah yang rusak berat. Sore itu bantuan pertolongan datang. Bahkan Dan Ramil Cimanggung Kapten Prasetyo, Yedi dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumedang dan Suhanda Kasi Trantib Satpol PP Kec.Cimanggung termasuk Kapolsek dan anak buahnya, gotong royong bersama masyarakat menolong para korban.
Di saat mereka bekerja keras menolong dan mengevakuasi para korban hingga lepas magrib, sekitar pukul 19.00 tiba-tiba tanah di atas bukit itu kembali bergerak. Selanjutnya bongkahan tanah ini melorot lalu menerjang mereka yang tengah menolong. Orang-orang yang sedang menolong dan menonton di lapangan voli, di mesjid dan di seputar kompleks pada belingsatan menyelamatkan diri.
Sayang, banyak yang terjebak. Yedi, Kapten Prasetyo dan Suhanda serta puluhan orang tak sempat menghindar mereka tertimbun. Konon yang selamat adalah mereka yang nekad menerjang kaca jendela masjid dan berhasil masuk ke mesjid. Yang masih di luar mesjid terjebak, mereka terkubur hidup-hidup.
“Pak Yedi adalah orang pertama yang saya wawancara saat longsor pertama terjadi,” kata Yayan Sofyan wartawan dari kejakimpolNews.com.
Dan tragisnya, saat longsor kedua inilah, tanah ribuan meter kubik ini melorot menerjang sebuah rumah yang saat itu penuh dengan orang karena kebetulan yang empunya rumah sedang mempersiapkan kenduri pernikahan anak bungsunya Minggu esok harinya.
“Dari rumah yang tengah mempersiapkan hajatan inilah korban yang paling banyak. Rumah tertimbun tanah, yang selamat hanya Indri, gadis si calon pengantin, sementara ayah ibu dan semua saudaranya tertimbun hidup-hidup,” kata Manner mengutip keterangan warga sekitar.
Di hari ketujuh ini Manner Tampubolon berharap, Maruba Sihombing dan istri serta kedua bocah lucu Tasya dan Abraham segera ditemukan. Manner menuturkan, semua putra putri mendiang Maruba Sihombing kini terus meratapi orang tuanya yang hilang. Mereka adalah si sulung Nando sengaja datang dari subang, Lisma putri kedua datang dari Bali, Dame dari Jakarta dan si bungsu Rina dari Papua. “Mudah-mudahan Sabtu siang ini mereka dan lainnya bisa ditemukan,” kata Manner penuh harap.**
Editor: Maman Suparman