Babarit Tradisi Ungkapan Syukur Atas Hasil Panen dan Menolak Bala

foto

Foto: Whyr

Babarit tradisi adat sebagai ungkapan rasa syukur di Kuningan.

KUNINGAN, KejakimpolNews.com - Upacara Babarit dalam rangkaian Hari Jadi ke-526 Kuningan kembali digelar di depan Gedung Pendopo tepatnya di di tengah jalan Siliwangi, Ahad, 4 Agustus 2024 pagi. Sementara puncak acara akan digelar 1 September 2024.

Kegiatan ini merupakan agenda tahunan. menjelang Hari Jadi Kuningan. Peringatan Hari Jadi Kuningan yang ke 525 tahun lalu digelar di tempat yang sama 27 Agustus 2023.

Berdasarkan pengamatan selama ini, upacara Babarit masih dilaksanakan di beberapa desa di Kabupaten Kuningan. "Babarit" dari kata "babar", artinya "lahir". Upacara ini biasanya dilaksanakan saat memeringati hari lahir sebuah desa.

Namun, ada yang memaknai "doa tolak bala". Dalam "babarit" kita menjadi tahu "silsilah" desa. Kita tidak akan "pareumeun obor". Kapan sebuah desa berdiri, siapa yang pegang kendali.

Upacara ini dimaksudkan sebagai ungkapan syukur atas hasil panen, mengharap keberkahan dari Sang Pencipta, mendoakan sesepuh yang sudah wafat, serta menolak bala.

Semua warga masyarakat hadir. Aneka "kamonèsan" ditampilkan. Ini merupakan "hajat desa". Seperti di Desa Sagarahiang, Kecamatan Darma, di lereng Gunung Ciremai.

Hawa dingin disertai kabut mewarnai proses penyembelihan "domba kendit" (domba hitam namun terdapat garis putih melingkari perutnya), ziarah ke makam Mbah Bewo dan Seh Maulana, leluhur desa, lalu diakhiri "ujub-ujub", menembangkan lagu-lagu buhun diiringi waditra dan tarian.

Sementara itu, tradisi Babarit di Desa Cageur, Kecamatan Darma, prosesnya hampir sama dari mulai urutan tembang "lahir batin", "golewang", "titi pati", "tali asih","renggong buyut", "gotong royong", dan "raja pulang

Pemerintah Daerah melaksanakan "babarit" di tengah jalan depan pendopo. Para pangagung dan masyarakat "obyag". Suka cita nampak jelang Hari Jadi Kuningan ke-526. Upacara ini menjadi "kariaan" masyarakat. Para pejabat pun mengenakan pakaian adat Sunda. Diiringi alunan musik "tatalu".

Jalan Siliwangi, yang biasa digunakan CFD, sengaja "dikosongkan" selama upacara berlangsung. Dari "puseur dayeuh" inilah kebersamaan dan doa-doa dipanjatkan.

Saat mengadopsi tradisi, sebagai upaya melestarikan kekayaan budaya, serta mentransfer nilai-nilai yang sudah melekat dalam kehidupan sehari-hari. Nilai kegotongroyongan, memaknai kejuangan, saling berbagi, serta menyambut hari esok dengan semangat dan suka cita. Kuningan Akur, Makmur.**

Author: Whyr
Editor: Maman Suparman

Bagikan melalui
Berita Lainnya