Opini

Gala/Galamedia "Berpulang"

  • Jumat, 15 Juli 2022 | 16:41 WIB
foto

Foto: Istimewa.

GALAMEDIA mengakhiri kehidupannya

Catatan RIDHAZIA

(Wartawan Senior)

MULAI Sabtu, 16 Juli 2022 Harian Umum GALAMEDIA akhir berhenti terbit pada usia 23 tahun -- sejak koran yang semula bernama GALA -- itu diakuisisi Grup Pikiran Rakyat di bawah badan usaha penerbitan PT Galamedia Bandung Perkasa (GBP).

Berhentinya koran lokal Bandung yang telah beredar luas ke seluruh daerah di Tataran Sunda ini menambah panjang daftar media cetak negeri ini dan seluruh dunia tutup karena harus mengakhiri keterasingan dari pembacanya yang beralih ke media digital.

Kematian pada usia 23 tahun termasuk yang terlalu muda. Diibaratkan manusia, sejatinya GALAMEDIA masih sehat dan bugar. Bahkan sedang menunjukan eksistensi kepribadiannya. Tapi tidak demikian dengan usia. Koran yang eksistensialnya merayap sebagai koran lokal, selain harus terperangkap persaingan dengan koran lokal terbitan Bandung lain, akhirnya harus tunduk pada era baru.

Era Disrupsi

Menurut KBBI, arti kata disrupsi adalah suatu hal yang tercabut dari akarnya. Babak baru perubahan besar yang keluar dari tatanan yang lama, dan mengubah sistem yang lama menjadi sebuah sistem baru.

Kata disrupsi sekaligus menjadi mazhab pemikiran dan tindakan baru ini diasalkan dari buku The Innovator's Dilemma (1997) yang ditulis oleh Clayton M. Christensen. Teori ini mengasumsikan menyulap realitas lama dengan sesuatu yang baru. Tidak saja bersifat kreatif. Juga destruktif.

Dalam hal kematian GALAMEDIA sudah bisa diduga sebelumnya. Terutama sejak induk perusahaan media cetak terombang-ambing kesulitan finansial. Keadaan yang tak jauh berbeda dengan koran lain yang sekelas besarnya harus kalah bersaing dengan media baru.

Teknologi cetak harus terpinggirkan. Giliran media baru (news media) mengambil alih etape berikutnya. Apalagi perkembangan teknologi digital yang kemudian disebut juga sebagai revolusi industri 4.0 yang ditandai dengan semakin banyaknya penggunaan Internet of Thing (IoT), yang telah mendisrupsi berbagai bidang kehidupan manusia.

Tak terkecuali tingginya konektivitas sistem informasi. Bahkan publik akan menjalani dua kehidupan, yakni kehidupan di dunia nyata dan kehidupan dunia digital.

Mati sebelum 2043

Adalah Bill Gate pebisnis dan mantan CEO Microsoft pernah meramal kalau media cetak akan terseret arus perubahan dan tutup pada tahun 2000. Tapi ramalan waktunya meleset, faktanya kematian itu nyata.

Pada 2006, Philip Meyern kemudian memprediksi suratkabar akan ‘mati’ pada tahun 2042. Menurutnya, penurunan jumlah pembaca total suratkabar telah terjadi sejak akhir 1960-an.

Saat itu -- selain disaingi radio dan televisi, suratkabar mulai disaingi oleh internet—yang masih dipakai di kalangan terbatas. Di Amerika saja, koran padat modal dan melegenda karena berusia lebih seabad satu persatu gulung tikar.

Harian Kompas (19/3) memberitakan hari Selasa (17/3) salah satu media terkemuka Seattle Post-Intelligencer (Seattle P-I) bangkrut setelah terbit selama 146 tahun sebelum berganti menjadi edisi online.

Di dalam negeri, oplah koran terus merosot. Sejak 2006 oplah koran turun sekitar 4%, majalah (24%), dan tabloid (12%). Sebaliknya penonton televisi naik sekitar 2% dan pengakses internet naik 17%.**

Bagikan melalui
Berita Lainnya
Duh, Kang Mus!
Tega dan tragis: Mutilasi
MK dan Nasib Bangsa
Getok Parkir ala Bandung
Mengenang Brunei dan Bulog Gate Sinetron Tukang Pijit