Menata Kawasan Kumuh, Pemkot Bandung Tergetkan 1.900 Unit Rumah Tidak Layak Huni

Foto: Humas Pemkot Bandung.
Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPKP) Kota Bandung, Lutfi Firdaus.
BANDUNG, KejakimpolNews.com - Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung terus berupaya menurunkan angka kawasan kumuh di wilayahnya.
Berdasarkan data terbaru, luas kawasan kumuh di Kota Bandung kini tercatat sekitar 1,3 persen dari total wilayah kota.
Upaya ini menjadi salah satu prioritas strategis Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPKP) dalam mewujudkan lingkungan hunian yang layak dan sehat bagi warga.
Kepala DPKP Kota Bandung, Lutfi Firdaus, menjelaskan bahwa kategori kawasan kumuh tidak hanya dilihat dari kondisi fisik bangunan, tetapi juga mencakup berbagai aspek pendukung lainnya.
“Kategori kumuh itu macam-macam, Bu. Ada yang terkait dengan sanitasi air bersih, saluran air kotor, ventilasi bangunan yang tidak memadai, hingga kerusakan fisik rumah. Kalau kerusakannya sudah di atas 60 persen, itu sudah masuk kategori yang harus segera ditangani,” ujar Lutfi di Bandung, Senin (6/10/2025).
Ia menambahkan, ada sembilan kriteria yang menjadi acuan dalam penentuan kawasan kumuh, di antaranya kondisi air bersih, sanitasi, pencahayaan, hingga akses jalan lingkungan.
Karena itu, penanganan kawasan kumuh tidak hanya menjadi tanggung jawab DPKP, tetapi juga melibatkan sejumlah dinas teknis lain yang berperan dalam perbaikan infrastruktur dasar.
“Jadi bukan hanya DPKP saja yang berpengaruh. Ada dinas lain juga yang ikut bertanggung jawab dalam memperbaiki infrastruktur pendukung permukiman, seperti jalan dan drainase,” katanya.
Terkait anggaran, Lutfi menyebutkan bahwa DPKP mengalokasikan dana cukup besar untuk penataan kawasan kumuh dan perbaikan rumah tidak layak huni (Rutilahu).
“Kalau keseluruhan program rumah itu sekitar Rp45 sampai Rp60 miliar per tahun. Untuk penataan kawasan kumuh dan Rutilahu sendiri berkisar Rp15 hingga Rp20 miliar,” jelasnya.
Pada tahun 2025, Pemkot Bandung menargetkan penyelesaian perbaikan 1.900 unit rumah tidak layak huni yang tersebar di 30 kecamatan. Fokus utama diarahkan ke wilayah-wilayah dengan tingkat kerusakan bangunan di atas 60 persen.**
Author: Sonni Hadi
Editor: Sonni Hadi