Histori Muhammadiyah di Bandung

Foto : Istimewa
Milad ke-113 Muhammadiyah tahun 2025
Catatan RIDHAZIA
(Wartawan Senior)
PUNCAK resepsi Milad ke-113 Muhammadiyah tahun 2025 yang diselenggarakan di kampus Universitas Muhammadiyah Bandung (UMB) mengingatkan kembali histori yang telah tertelan waktu.
Tenyata, organisasi yang digagas K.H. Ahmad Dahkan dari Kampung Kauman Yogyakarta tahun 1912 itu punya jejak historis di Bandung yang mengubah sejarah yang tak terlupakan.
Pertama, saat Muhammadiyah pada 26 Januari 1936 mengadakan Propaganda Vergadering Moehammadijah di Gedung Mardihardjo, di Jalan Pangeran Sumedangweg.
Pertemuan para kaum pergerakan Muhammadiyah itu sebagai tindak lanjut dari Konferensi Wilayah Muhammadiyah Jawa Barat di Garut tahun 1935 yang merekomendasikan perluasan gerakan Muhammadiyah di wilayah Priangan.
Perlu diketahui, gedung itu menurut Haryoto Kunto dalam "Wajah Bandoeng Tempo Doeloe" (Granesia, 1984) bernama Societeit Mardi Harjo, yaitu tempat rapat politik kaum pergerakan.
Kedua, dalam dunia kesejarahan Muhammadiyah di Bandung yaitu diselenggarakannya Muktamar Muhammadiyah ke-36 tahun 1965 yang dihadiri Presiden Soekarno di Gedung Merdeka, Jalan Asia-Afrika, Bandung.
Pertemuan menghasilkan perubahan nomenklatur menjadi Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) sebagai badan pimpinan di tingkat provinsi dalam hierarki organisasi keseragaman administrasi dan legalitas di seluruh wilayah.
Selain perubahan status keorganisasian Nasyiatul Aisyiyah menjadi badan otonom dari 'Aisyiyah dan menjadi organisasi di bawah Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Juga pengembangan penegasan kembali tentang amal usaha kesehatan Muhamadiyah antara lain pembangunan Rumah Sakit Muhammadiyah, Sekolah Perawat, dan Sekolah Bidan.
Urang Bandung
Bandung juga mencatatkan sejarah dalam kepemimpinan Muhammadiyah setelah Haedar Nashir terpilih menjadi Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Pria cerdas tapi rendah hati dan sederhana lahir di Bandung. Tepatnya di Desa Ciheulang, Ciparay, Bandung Selatan pada 25 Februari 1958. Ayahnya bernama H. Ajengan Bahrudin dan Hj. Endah binti Tahim.
Sedari kecil, Profesor Haedar Nasir terdidik di Madrasah Ibtidaiyah Ciparay, Bandung, SMP Muhammadiyah III Bandung, SMA Negeri 10 Bandung.
Selanjutnya menjadi santri di Pondok Pesantren Cintawana, Tasikmalaya dan melanjutkan pendidikan tinggi di Yogyakarta.**
