Kisah Perang Bubat Divisualisasikan dengan Patung Dyah Pitaloka Dari Anyaman Pelepah Pisang di AAF 2025

BANDUNG, KejakimpolNews.com - Sebuah patung setinggi empat meter yang sepenuhnya terbuat dari anyaman pelepah pisang menjadi salah satu karya paling mencuri perhatian dalam parade Asia Africa Festival (AAF) 2025 yang digelar di Jalan Asia Afrika, Kota Bandung, Sabtu (18/10/2025) kemarin.

Karya ini dibuat oleh Komunitas Rumpaka Anyam dari Desa Cigugur Girang, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat.

Perwakilan Rumpaka Anyam Trisna (21) mengatakan, bahwa patung tersebut menggambarkan sosok Dyah Pitaloka Citraresmi, putri Kerajaan Sunda yang dikenal karena pengorbanannya dalam tragedi Perang Bubat pada abad ke-13.

“Patung ini menggambarkan keberanian dan martabat perempuan Sunda, sosok Dyah Pitaloka yang rela berkorban demi kehormatan bangsanya,” kata Trisna saat ditemui di sela persiapan arak-arakan.

Trisna mengungkapkan, bahwa proses pembuatan patung dimulai sejak Mei lalu, melibatkan sepuluh anggota komunitas, termasuk sejumlah remaja yang masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama.

Seluruh bagian tubuh patung dianyam menggunakan pelepah pisang—bahan alami yang umum dijumpai di lingkungan tempat tinggal mereka, namun sering dianggap limbah.

“Di kampung saya banyak peternak sapi. Pelepah pisang biasanya dibuang atau jadi pakan ternak. Kami berpikir, kenapa tidak dimanfaatkan untuk karya seni?” ungkapnya.

Berat total patung mencapai sekitar 80 kilogram dan diarak oleh enam orang selama parade berlangsung. Meski sempat mengalami kendala teknis seperti lemahnya daya rekat lem pada struktur patung tim menyiasatinya dengan memperkuat bagian rangka menggunakan steples.

Trisna menegaskan bahwa karya ini tidak hanya ditujukan sebagai pajangan visual, tetapi sebagai monumen pengingat akan nilai-nilai yang mulai luntur di masyarakat, seperti keberanian, kehormatan, dan kebanggaan akan identitas budaya.

“Sekarang banyak yang mulai lupa sejarah Perang Bubat. Padahal itu bukan sekadar konflik, tapi tentang martabat dan bagaimana orang Sunda mempertahankan kehormatan di hadapan kekuasaan,” ujarnya.

Seperti diketahui, Dyah Pitaloka merupakan putri Kerajaan Sunda yang dikisahkan datang ke Majapahit untuk dinikahkan dengan Raja Hayam Wuruk. Namun, peristiwa itu berubah menjadi tragedi setelah Mahapatih Gajah Mada menuntut tunduknya Kerajaan Sunda.

Penolakan tersebut memicu pertempuran di Alun-Alun Bubat, di mana Raja Sunda dan seluruh pasukannya gugur. Dyah Pitaloka kemudian memilih mati demi menjaga harga diri bangsanya.

Komunitas Rumpaka Anyam sendiri dikenal dengan karya-karya berbahan alami seperti tas, hiasan rumah, dan gelang. Namun, keikutsertaan mereka di AAF 2025 merupakan penampilan besar pertama di tingkat nasional.

“Biasanya kami ikut pameran lokal atau buat karya untuk 17 Agustusan. Tapi Asia Africa Festival ini jadi panggung besar pertama kami. Kami ingin menampilkan sesuatu yang kuat secara pesan dan visual,”ucapnya.

Ia berharap, lewat festival ini, potensi seni dari daerah seperti Parongpong bisa lebih dikenal luas.

“Di tempat kami banyak potensi seni yang belum terekspos, dari anyaman pelepah pisang sampai bambu. Mudah-mudahan lewat acara ini, karya kami bisa lebih dihargai dan dikenal lebih luas,” pungkasnya.**

Author: Sonni Hadi
Editor: Sonni Hadi