Politik Dinamis dan Airin pun Menangis

foto

Dedi Asikin

Dedi Asikin

Oleh DEDI ASIKIN
(Wartawan Senior)

BANYAK definisi, jargon, atau adagium tentang politik. Katanya, Politik itu dinamis, bisa jungkir balik dalam hitungan detik. Politik itu, bicara soal kemungkinan dan ketidak kemungkinan. Politik itu unik, pelik, penuh intrik, dan kadang-kadang licik.

Salah satu korban dinamika politik itu, Airin Rahmi Diani.

Mantan Wali Kota Tanggerang Selatan dua periode itu kemarin bersedih hati. Hampir mewek dia. Itu terjadi usai dia deklarasi mencalonkan diri di pilkada Banten 2024.

Dalam kondisi apa boleh buat, dia bismillah berangkat dengan kendaraan PDIP, padahal sejatinya ia itu kandangnya "Pohon Beringin". Ia berpasangan dengan Ade Sumardi, kader dan juga Ketua DPD PDIP Banten.

Sesungguhnya sampai penat Airin menanti rekomendasi itu datang dari partai Golkar.
Selain dia merasa sebagai kader, dia juga mengaku sudah sejak dua tahun lalu memegang surat tugas dari Golkar, untuk sosialisasi sampai mencari calon wakil.

Tetapi sampai injury time (2 hari sebelum jadwal pendaftaran), surat rekomendasi itu tidak kunjung datang. Usut punya usut memang sampai belut berbulu yang namanya surat kagak bakal nongol. Sebabnya ternyata DPP Golkar sudah kasih rekomendasi kepada orang lain.

Aneh suranehnya itu rekomendasi bukan diberikan kepada kader partai Golkar. Melainkan kepada Andra Soni dan Dimyati Natakusumah.

Andra itu kader Gerindra dengan jabatan Ketua DPD Gerindra Provinsi Banten. Sedangkan Dimyati Natakusumah (mantan Bupati Pandeglang) baru saja (2017) loncat galah dari PPP ke partai sebelah, PKS.

Weleh weleh kok pasolengkrah begitu. Pacorok kokod kata orang Kidul mah.

Dengar-dengar, Ketum Partai Golkar yang baru clek di Slipi (kantor pusat DPP Golkar), justru dalam kondisi tersudut. Sudah 10 partai di KIM Plus yang mengusung Andra-Dimyati.

Jadi Bahlil Lahadalia ibarat babi ketaton, dikepung anjing berkomplot dengan manusia bersenjata tombak. Akhirnya menyerah dia. Bahlil/Golkarpun àkhirnya mendukung pasangan Andim (Andra-Dimyati).

Heran memang, banyak kader 'Beringin' secara kualitatif mumpuni, justru memilih kader dari parpol lain. Memang tak habis pikir yang politik ini, jelas bukan hitam putih selalu berada di wilayah abu0abu. Karena politik, bisa saja anak sendiri dibuang atau dibiarkan keliaran, anak tetangga dipelihara. 

Bisa-bisa seperti pepatah urang Tasikmalaya, moro julang ngaleupaskeun peusing. Berharap Garuda menang yang jadi malah Beringin yang telah dibuang ke seberang.

Dan memang demikian adanya, Beringin terpaksa membiarkan Airin bersedih hati, sampai hampir mewek. Meski begitu Airin berharap Golkar tetap mengakui dia sebagai kader beringin. Bagi Airin Golkar itu partai warisan. Adalah mertuanya (ayahanda Wawan), Hasan Shohib yang mewariskan pohon beringin itu.

Jawara Banten itu sudah sudah masuk Golkar sejak tahun 1970-an. Pernah menjaqdi Bendahara Umum DPD Golkar Jawa Barat. Dulu kalau di Bandung dia selalu menginap di Hotel Guntur dekat Gedung Pakuan. Saya (penulis), suka ketemu dia dulu, di sana. Kami satu partai waktu itu. Sama sama di Sekber Golkar.

Yang ikut bingung kemarin, juga ketua DPD Golkar Banten, Ratu Tatu. Mantan Bupati Serang. Tatu itu kakaknya Ratu Atut Chosiah mantan Gubernur Banten yang tersandung kasus korupsi atau kakak ipar Airin Rahmi Diany.

Seperti Airin, Tatu berharap Partai Golkar tidak tidak memberi sanksi kepada Airin.
Pun demikan dengan Dolly Ahmad Kurnia. Mantan wakil ketum golkar (periode Airlangga Hartarto) berharap, Golkar tidak memberi sanksi kepada Airin.

Dinamika politik itu membingungkan memang. Apalagi bagi Abdul di kampung Bihbul.**

Bagikan melalui
Berita Lainnya
Pradul Jadinya
Efek Domino Tani Mukti Teori Ekonomi Warisan Almarhum Faisal Basri
Garuda Biru
Pak Polisi Mengapa Harus Refresif?
Shalawat dan Syafaat Bagai Gayung Bersambut