Purbaya, Itu Mah Drama, Kang!

Dedi Asikin
Dedi Asikin
Oleh DEDI ASIKIN
(Wartawan Senior)
ADA beberapa orang yang mengomentari tulisan saya ke kemarin "Andai Kita Memiliki 10 Purbaya, Guncangkah Dunia?".
Salah satunya yang tertulis di akun WA saya adalah Babe Ujang. Dulu, tahun 1985-an ada seorang biasa dipanggil Ujang. Ia bergabung di surat kabar Mandala edisi Priangan yang saya pimpin. Tugas sesungguhnya di bagian pemasaran, mencari langganan ke kantor-kantor dan instansi.
Tapi Ujang ini rupanya senang juga menjadi wartawan. Lalu ikut-ikutan sana sini bersa,a para wartawan. Tudak heran dia sempat dikenal masyarakat sebagai seorang wartawan di Tasikmalaya.
Tiba tiba setelah 3 tahun bergabung, mendadak Ujang menghilang. Tak jelas kemana. Tapi tahun 2024 dia kontak melalui akun WA saya. Katanya dia ada di Yogyakarta.
Rupanya waktu itu dia minggat ke kota gudeg dan menjadi guru pegawai negeri sipil (PNS), iapun menikah denga perempuan Jawa hingga betah di Yogyakarta dan beranak pinak. KIini dia mengaku memiliki beberapa anak dan cucu, bahkani usianya 70an dan sudah pensiun.
Konentarnya atas tulisan saya itu begini: "Wah itu mah gertak sambel kang, drama. tapi bukan drama Korea (Drakor). Nanti juga akan hilang dengan sendirinya. Biasa anget-anget txi kotok, Kata orang Tasik mah geledug ces, dari dulu 'kan begitu, Alus mimiti goreng tungtungna," tulis dia berrgumentasi.
Saya balas WA nya, iapun menulis lagi. Katanya Bung Karno juga awalnya memang begitu, berjuang untuk kemerdekaan, kenyang dipenjara dan dibuang Belanda kemana mana.
Setelah merdeka gaya orator dan pandai meninabobokan rakyat, tetapi sampai akhir kekuasaannya rakyat makin melarat, inflasi tak ketulungan sampai 600 persen, nilai tukar rupiah ke Dolar bagai pungguk rindukan bulan. Arah politiknya menyimpang dari dasar Pancasila yang ditemukannya
Selanjutnya, kebijakan politik semakin menyimpang dari harapan rakyat. Ia Lebih dekat dengan komunisme dan membiarkan PKI tumbuh subur yang akhirnya memberontak dengan peristiwa G30S. Akhirnya rakyat berontak dan Sukarnopun jatuh
Demikian halnya Suharto. Pada awalnya dia berhasil membangun bangsanya. Ekonomi kita sempat mencapai swasembada pangan.
Hanya kesalahan Suharto sebagai pemimpin dan penguasa Orde Baru, ia dinilai otoriter yang pandai menciptakan musuh politik. Yang tak searah ditangkapi dan dipenjara. Ia juga membangun kroni dengan membiarkan Lim Soe Liong, Bob Hasan dll ikut cawe-cawe simbiosis mutualisme, saling menguntungkan.
Liem Soe Liong mendapat perlindungan kemanan dengan mendirikan PT Waringiun Kencana dan kemudian Salim Grup. Sementara Suharto memperoleh kekayaan dari sistem Pada akhirnya ketika Suharto tidak dapat membendung resesi ekonomi yang melanda kawasan Asia, rakyat memintanya untuk mundur.
Dan itulah yang terjadi, kata Babe Ujang yang terus berbalas pantun lewat WA. Dan katanya yang paling mengecewakan adalah presiden Joko Widodo (Jokowi).
Pada awalnya ia memukau dengan gaya blusukannya, keluar masuk gorong-gorong. Tenyata itu cumar gaya diang. Jokowi yang kini berstatus mantan presiden jadi banyak diomongin rakyatnya,walau di sisi lain banyak pula pemujanya.
Setelah masih kata Ujang, yang ia katakan hanya sebagai penonton saja dulu. Ihwal sekarang ada gerakan Presiden Prabowo dengan aksi Purrbayanya, tak usah skeptis. Ingat pepatah, setiap masa ada orangnya setiap orang ada masanya. Ciri sabumi cara sadesa, jawadah tutung biritna, lain Padang lain belalang lain lubuk lain ikannya.**