Pasutri "ChildFree"

Catatan RIDHAZIA
(Wartawan Senior)

KALAU menemukan pasangan sudah menikah tidak punya anak, belum tentu mandul (infertilitas). Boleh jadi, sang penganten baru yang masih muda belia itu justru merahasiakan rencananya. Keduanya, bukan saja menunda. Tapi memilih gaya hidup tidak punya anak (childfree).

Tidak mau mengandung, melahirkan dan mengurusi anak. Memilih ingin bebas sebebasnya, alih-alih mengikuti pola lama yang tinggal bersama mertua.

Data BPS sejak 2023 sedikitnya 100 ribu pasangan muda belia yang sudah menikah di Indonesia bersepakat tidak punya keturunan. Bahkan sekadar adopsi saja sudah ogah.

Perempuan Bebas!

Childfree itu fenomena global. Khususnya di benua Eropa dan Amerika. Digagas dan digerakan oleh kaum feminis dunia ini yang memperjuangkan kesetaraan wanita dengan kaum pria. Juga kebebasan dan hak pribadi kehidupan kaum Hawa.

Gerakan ini memiliki akar sejarah yang panjang dan berkembang seiring dengan perubahan sosial dan budaya di seluruh dunia era tahun 1970-an.

Sebuah organisasi yaitu National Organization For Non Parents (NON) didirikan tahun 1972 di California Amerika Serikat untuk mempromosikan gagasan ini. Dan, setiap 1 Agustus dirayakan di seluruh dunia sebagai Hari Childfree.

Koq begitu...

Tenyata ada alasan yang dianggap paling rasional di balik gagasan Childfree, yaitu alasan ekonomi dan populasi global yang mengkhawatirkan.

Atas alasan itu, pasangan pengantin baru sekarang lebih memilih fokus pada karier dan pengembangan diri sebagai antisipasinya.

Sedangkan alasan lain, tidak berminat mengasuh dan membiayai anak keturunan di masa depan. Selain alasan psikologis, yaitu trauma pengalaman masa kecil yang tidak terperhatikan secara optimal oleh orangtuanya.**