Abaikan MK, Baleg DPR RI Beri Jalan Lempang untuk Kaesang Tutup Peluang PDIP dan Anies Baswedan

foto

Foto: DPR RI

Ruang Sidang DPR RI di Senayan Jakarta.

JAKARTA, KejakimpolNews.com - Setelah menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang batas usia calon kepala daerah yang menyatakan usia 30 tahun saat pendaftaran tidak berlaku, dan memberlakukan usia 30 tahun itu saat dilantik. Kini DPR RI juga akan menganulir putusan MK tentang ambang batas parlemen pada pengaturan Pilkada 2024. DPR RI akan memberlakukan ambang batas 20% kursi DPRD.

Jika kedua putusan yang sifatnya membangkang putusan MK dan selanjutnya DRR RI digubris Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai regulator teknis yang akan memproses seluruh pencalonan kepala daerah, maka peluang Kaesang Pangarep mencalonkan diri menjadi Calon Gubernur atau Wakil Gubernur kembali terbuka,

Begitu juga ketika Baleg DPR RI memutuskan menganulir putusan MK yang  menyatakan ambang batas DPRD harus 20% dari jumlah kursi bukan berdasarkan putusan MK. Maka peluang PDIP mengajukan calon kepala daerah menjadi tertutup karena hanya memiliki 15 kursi atau 14% dari jumlah 106 kursi DPRD DKI Jakarta.

Yang menganulir putusan MK adalah Badan Legislatif (Baleg) DPR RI dalam sidang Rabu 21 Agustus 2024 terkait pembahasan UU Pilkada, meskipun berdasarkan teori putusan MK bersifat final dan mengikat dan berlaku sejak diucapkan.

Kini tinggal KPU memilih, mengikuti putusan MK sebagaimana mereka lakukan saat memproses pendaftaran Gibran Rakabuming sebagai calon wakil presiden pada Pilpres 2024, atau manut DPR?.

Keputusan DPR RI dalam sidang Baleg DPR yang menganulir putusan MK dikritrisi sejumlah pakar hukum dan politik. Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi atau Perludem, Titi Anggraini dan Dr.H.Nanang Solihin advokat dan dosen Unbiversitas Islam As-Syafi'iah menyatakan harusnya putusan MK dijalankan, bukan dianulir.

Seperti diketahui dalam perkara Nomor 60/PUU-XXII/2024, MK menurunkan aturan ambang batas pencalonan kepala daerah untuk partai politik. MK menyatakan, seluruh partai politik peserta pemilu, baik yang mendapatkan kursi di DPRD ataupun tidak, bisa mendaftarkan dan mengusung pasangan calon kepala daerah.

Titi mengatakan, putusan MK tentang syarat ambang batas pencalonan yang direkonstruksi berlaku baik untuk partai parlemen maupun nonparlemen. Ia memperanyakan, mengapa wakil rakyat tidak bersuara seperti suara rakyat dan corong konstitusi?

Senada derngan Titi, Nanang juga heran dengan sikap DPR RI, mengapa putusan MK lembaga yang menengahi kasus konstitusi harus diabaikan? Bukankah putusan MK itu final dan mengikat?.

Baik Titi maupun Nanang menilai, dalam pembahasan RUU Pilkada yang dilakukan oleh Baleg DPR tidak sesuai dengan putusan MK. Dan Titi menyebutnya telah terjadi pembegalan terhadap amar putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 tersebut.

Nanang menilai, jika putusan Baleg DPRD yang dipakai untuk dasar hukum Pilkada Serentak 2024, bukan mengacu MK maka Pilkada 2024 bisa dianggap inkonstitusional dan tidak memiliki legitimasi. Sebab, katanya, MK merupakan penafsir konstitusi satu-satunya yang memiliki kewenangan menguji UUD NRI 1945 dalam sistem hukum Indonesia.

Bagaimana kelanjutannya, hingga kini tak hanya di gedung parlemen Senayan yang ramai, di media sosial pun putusan DPR RI yang menganulir putusan MK masih ramai diperdebatkan**

Editor: Maman Suparman

Bagikan melalui
Berita Lainnya
Tersedia 250.407 Formasi, Rekrutmen CPNS Dibuka Mulai 20 Agustus 2024
Sekda Herman Hadiri Pembukaan MTQ Tingkat Nasional XXX Tahun 2024, Dukung Penuh Kafilah Jabar
Presiden Resmikan Sejumlah Infrastruktur di Jabar di Antaranya 16 Jembatan Sepanjang 1.030 Meter
PDIP Tak Mencalonkan Anies untuk Jakarta, Arus Bawah atau Jaket Merah?
Kepala BPIP Yudian Wahyudi: 18 Paskibraka Lepas Jilbab adalah Kesukarelaan Mereka