Antara Pasar Simpang dan Ladang Kompeang

Dedi Asikin
Dedi Asikin
Oleh DEDI ASIKIN
(Wartawan Senior, Pengamat dan Aktivis Sosial)
KEMARIN malam saya bicara melankolis dengan anak saya nomor dua. Sudah dua malam sayaa berada di rumahnya, tetirah sekalian berobat.
Dia itu anak yang paling telaten mengurus saya . Kancing baju dan celana dia pasangkan. Kalau jalan selalu mengandenh saya.
Ketika saya mengucapkan terima kasih setelah selesai masangin sabuk celana dia menjawab, itu sudah nenjadi kewajiban.
Lalu saya katakan bahwa ketika ayah mengurus anak-anak itu kewajiban. Tapi ketika anak peduli dan mengurus orang tua, itu ibadah, pahalanya sangat besar. Itu merupakan bagian dari shodaqoh jariyah yang sangat disukai oleh Allah.
Saya ceritakan dialog antara nabi Musa dengan Allah di Gurun Sinai. Allah berfirman, ibadah yang paling disukai adalah ketika seseorang menolong orang yang lagi membutuhkan. Saya ingatkan juga surat Al Maun
Ara'aital-la yukaibu bid-dn (i).
Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?
Fa likal-la yadu‘‘ul-yatm(a).
Itulah orang yang menghardik anak yatim
Wa l yauu ‘al a‘mil-miskn(i).
dan tidak menganjurkan untuk memberi makan orang miskin.
Fawailul lil-mualln(a).
Celakalah orang-orang yang melaksanakan salat,
Allana hum ‘an altihim shn(a).
(yaitu) yang lalai terhadap salatnya,
Allana hum yur'n(a).
yang berbuat riya,
Wa yamna‘nal-m‘n(a).
dan enggan (memberi) bantuan.
Saya juga katakan saya bangga menjadi anak Asikin yang hanya seorang petani yang setiap hari pagi berjualan di Pasar Simpang. Lalu siang hari membawa peralatan pergi ke ladang di blok Kompeang.
Di sana ayah saya menanam berbagai macam tanaman. Ada pisang, rambutan, duren, salak, duku dan pohon teh. Seminggu sekali emak memetik pucuk teh.
Dari semua anak cucu hanya saya yang mencantumkan nama ayah. Ayah saya telah mendidik anak-anaknya (10 orang) taat pada ajaten agama. Salah satu peran yang selalu saya dengar, "Jangan lupa sholat". Salah satu cita-citanya ingin punya anak atau cucu yang jadi ustadz.
Begitu melankolisnya saya menguatakan cerita kepada anak saya, tak terasa air mata keluar. Dan Isak tangis pecah di antara kami berdua. Lalu dia bersujud memeluk kaki saya. Dan isak tangis kami makin menjadi.
Sudah beberapa tulisan saya memvisualkan kecintaan terhadap petani dan pertanian. Kita tidak boleh keluar dari jati diri negeri agro dan maritim. Semua orang, makan dari peluh dan keringat mereka. Mari jadikan petani mukti dan nelayan jaya di lautan, jalasveva Jayamahe.**

